Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Edmon Makarim mengatakan masyarakat harus berhati-hati dalam menyampaikan keluhan terhadap pelayanan maupun produk perusahaan. Apabila tidak, masyarakat justru bisa terjerat pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU ITE khususnya Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Pasal itu menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Menurut Edmon, pelanggan hendaknya menyampaikan keluhan alias komplain secara langsung kepada pihak pemberi jasa atau penjual. “Harusnya gunakan (hak) komplain dulu. Ternyata kalau hak saya tidak digubris, baru bisa kita eksploitasi dia,” ujarnya dalam diskusi virtual Ngabuburit Consumer Talks, Jumat (23/4). Menurutnya, konsumen sebaiknya menjelaskan kerugian yang dialaminya secara langsung kepada pihak bersangkutan. Penyampaian komplain, lanjutnya, sebaiknya disampaikan dengan baik. “Jadi, lebih baik kita sebagai konsumen ada kewajibannya selesaikan secara patut,” terangnya.
Dekan Fakultas Hukum UI itu mengatakan apabila keluhan sudah disampaikan kepada pihak terkait, maka konsumen bisa menceritakan keluhannya kepada pihak lain. Namun, ia menegaskan sebaiknya keluhan kepada pihak lain itu tidak disampaikan di ruang publik seperti media sosial.
“Jadi, menurut saya hati-hati di sana dan kalau ngomongin orang lain jangan langsung tembak nama, cukup dengan inisial,” jelasnya. Informasi itu disampaikan untuk menanggapi kasus konsumen yang terjerat UU ITE bernama Stella Monica. Ia menjadi tersangka kasus UU ITE usai mengunggah tangkapan layar yang berisi perbincangan dengan teman-temannya soal kualitas pengobatan dan perawatan sebuah klinik kecantikan via media sosial, Instagram.
Stella sendiri merupakan mantan pasien di klinik kecantikan berinisial LV tersebut. Sayangnya, kondisi mukanya memburuk ketika berhenti sementara menggunakan obat dan krim muka dari klinik tersebut. “Terdakwa telah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses dokumen elektronik dengan cara mengunggah screenshot (unggahan) percakapan direct message dengan saksi T, saksi M dan saksi A yang mengarah kepada kegagalan klinik LV dalam menangani pasiennya,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Farida Hariani saat membacakan dakwaan, di Ruang Sidang Kartika I Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengaku telah menerima sebanyak 2.181 pengaduan dari konsumen sejak awal tahun sampai 22 April 2021. Jumlah pengaduan itu naik dibandingkan sepanjang tahun lalu yakni 1.372 pengaduan. Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas Sitinjak menuturkan secara total BPKN menerima 5.991 pengaduan sejak 2017 sampai dengan 22 April kemarin. Tren pengaduan konsumen meningkat hampir tiap tahun.
Rinciannya, sebanyak 280 pengaduan di 2017 dan bertambah menjadi 640 di 2018. Kemudian, pada 2019 angka pengaduan mencapai ribuan yakni 1.518 dan 2020 sebanyak 1.372 pengaduan. “Pengaduan yang masuk ke BPKN sejak kami menjadi komisioner sejak 2017 sampai dengan 2021 hampir 6.000,” ujarnya dalam diskusi virtual Ngabuburit Consumer Talks, Jumat (23/4).
Berdasarkan kasusnya, ia menuturkan pengaduan paling banyak berasal dari sektor perumahan sebanyak 2.657 pengaduan. Lalu, disusul sektor jasa keuangan sebanyak 2.142 pengaduan konsumen. “Setengah pengaduan itu lebih dari 45 persen sektor perumahan, ini banyak sekali. Kedua jasa keuangan ini banyak terjadi di asuransi,” imbuhnya.
Lainnya, pengaduan mengenai e-commerce sebanyak 640 kasus, jasa telekomunikasi 102 kasus, dan jasa transportasi 63 kasus. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan konsumen memiliki enam hak berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pertama, hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan. Kedua, hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan jaminan yang dijanjikan.
“Konsumen berhak atas kenyamanan dan keamanan, ketika konsumen gunakan barang maka harus dinyatakan aman, nyaman, dan selamat menggunakan barang itu,” ucapnya. Ketiga, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan. Keempat, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
Kelima, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa dan perlindungan konsumen. Terakhir, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur tidak diskriminatif.