Pada sebuah kesempatan, seorang teman yang bekerja di sebuah lembaga konsultasi Public Relation (PR) bertanya. Tidak jauh-jauh, soal bagaimana membuat event yang menarik secara fotografi. Ia menyatakan seringkali pening kalau event tersebut menyangkut isu-isu publik, kampanye sosial, kesehatan dan CSR. Saat itu, ia tengah menggarap kampanye anti demam berdarah. Kesulitannya, ucap dia, memvisualisasikan dalam event yang menarik dan mudah diterima oleh masayarakat.
“Kalau eventnya seni, fashion, musik, pameran produk, itu mudah karena seting panggungnya sudah bagus buat foto. Modelnya juga menarik. Tapi kalau kampanye sosial, susah-susah gampang. Kalau cuma seminar atau talkshow, gambarnya gitu-gitu saja,” keluhnya. Setali tiga uang. Bagi fotografer, memotret event dengan isu yang ‘tidak terlalu seksi’ juga pertaruhan. Kalau subjek foto tidak bisa tampil total, maka foto bakal hambar. Sebaliknya, jika yang dipotret fotojenik, lugas dan berani, maka satu orang pun bakal menarik.
Pertama, apakah event dilakukan di dalam ruangan atau outdoor. Kalau indoor, yang paling mendesak yakni masalah pencahayaan. Kalau budgetnya mencukupi, dapat menggunakan jasa lighting profesional. Efek lampu juga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Hasilnya bisa disesuaikan dengan target yang diharapkan.
Kalaupun budget minim, penggunaan continues light bisa menekan anggaran. Yang patut diperhatikan cukup penempatan lampu dengan baik supaya cahaya terkonsentrasi di bagian yang hendak diekspos. Selain itu, continues light sebaiknya menyesuaikan dengan lampu ruangan. Kalau lampu tungsten (kekuningan) maka lampu tambahan sebaiknya serupa. Sebab, kalau berbeda maka akan mengacaukan white balance di kamera dan membuat hasil gambar tidak maksimal.
Kedua, bila event dilakukan di luar ruang, waktu penyelenggaraan menjadi krusial. Apakah pagi, siang atau sore. Paling favorit bagi fotografer adalah memotret pada pagi hari atau sore sekalian hingga menjelang magrib. Karena cahaya matahari tidak begitu menyengat dan exposure-nya tidak terlalu kontras.
Fotografer paling menghindari acara pada waktu tengah hari bolong. Sebab, cahaya terik di atas kepala membuat wajah menjadi under exposure. Kalau tidak terpaksa sekali atau karena tuntutan tugas, fotografer bakal menghindari. Oh iya. Hindari pula menempatkan panggung dengan posisi yang membelakangi cahaya matahari. Itu sangat merepotkan dan membuat fotografer kerja keras supaya tidak backlight.
Ketiga, berapa jumlah peserta yang dilibatkan. Event organizer (EO) bisa merancang secara kolosal dengan ribuan peserta atau justru hanya puluhan orang saja. Bagi fotografer, jumlah peserta yang bejibun seperti pemecahan rekor MURI relatif lebih mudah memotretnya. Tinggal mencari pola dan komposisi, maka foto yang dihasilkan akan lebih menarik dengan sendirinya.