Kecanggihan Drone DJI Dalam Perang Rusia Ukraina


Rusia dan Ukraina sama-sama mengerahkan drone DJI dan teknologinya dalam peperangan. Jika Ukraina memanfaatkan drone DJI untuk mengintai militer Rusia, Rusia terutama menggunakan teknologi DJI yang disebut sebagai AeroScope. DJI sendiri adalah produsen drone komersial asal China yang sangat terkenal karena keandalannya. Wakil Perdana Menteri Ukraina, Mykhailo Fedorov menyebut bahwa DJI harus memblokir teknologinya yang dipakai Rusia. “Apakah Anda yakin ingin menjadi partner para pembunuh itu? Blokir produk Anda yang membantu Rusia membunuh para warga Ukraina,” tulisnya dalam surat ke DJI.

Jadi, apa itu DJI AeroScope? Awalnya, DJI meluncurkannya untuk keamanan publik. Jika ada drone yang tak bisa dikendalikan misalnya mendekati bandara atau stadion, penegak hukum bisa mengantisipasinya sejak dini. Seperti dikutip dari The Verge, Kamis (24/3/2022) setiap drone DJI memancarkan sinyal khusus yang tak hanya bisa menentukan posisi drone, melainkan juga pilotnya. Hal ini memudahkan jika polisi ingin mengawasi aktivitas drone DJI di suatu area.

Teknologi ini memang berisiko, bahkan di situasi biasa. Jika ada orang yang bisa mengakses AeroScope dan berniat jahat, mereka bisa mengganggu drone milik orang lain. Maka, DJI hanya menjual sistemnya ke lembaga tertentu. Namun DJI mungkin tak mengantisipasi jika Rusia memanfaatkannya dalam perang melawan Ukraina. AeroScope mungkin membuat militer Rusia mengetahui dengan persis lokasi pilot drone Ukraina dan bisa menggunakan informasi itu untuk melancarkan serangan.

Sejauh ini memang belum ada bukti valid Rusia memanfaatkan AeroScope, tapi pihak Ukraina sepertinya meyakininya. Buktinya, sang wakil perdana menteri sampai mengirimkan surat khusus meminta bantuan DJI agar menonaktifkan perangkat drone DJI beserta teknologinya yang digunakan oleh Rusia.

Perang antara Rusia dan Ukraina melibatkan beberapa drone tempur canggih dengan bom dahsyat. Namun rupanya tak hanya drone semacam itu yang dikerahkan, drone DJI mengambil peran tak kalah besar dalam pertempuran sengit ini. Drone DJI, perusahaan teknologi asal China, laris manis karena andal saat dioperasikan serta hasil rekamannya pun bagus. Namun dalam konflik Rusia dan Ukraina tersebut, drone DJI dipakai untuk kepentingan militer meskipun pihak DJI menegaskan produknya itu bukan untuk perang.

Biasanya, para pegiat drone di Ukraina akan menerbangkan perangkatnya untuk fotografi atau kegiatan lain seperti balapan. Namun sekarang, mereka bertaruh nyawa sebagai relawan yang memakai drone untuk mengintai tentara Rusia. “Kyiv membutuhkan kalian dan drone kalian di momen ini,” tulis sebuah postingan di Facebook baru-baru ini dari militer Ukraina kepada para warga Ukraina yang gemar main drone dan berpengalaman dalam mengoperasikannya.

Bahkan dalam sebuah video baru, tampak drone DJI di Ukraina dimanfaatkan untuk menjatuhkan granat yang menyasar militer Rusia. Namun di sisi lain, Rusia ternyata menggunakan produk serta teknologi DJI dengan lebih dahsyat lagi. Ukraina mengklaim Rusia telah memanfaatkan produk DJI untuk membantu mengarahkan rudal yang mengincar sasaran di Ukraina dan membunuh warga sipil. Tak hanya itu, Rusia disebut mengeksploitasi teknologi DJI yang disebut AeroScope.

DJI AeroScope itu dapat mendeteksi drone lain yang terbang sampai 50 kilometer. Kegunaannya sebenarnya adalah untuk mencegah terjadi tabrakan antar drone, namun pihak Rusia memanfaatkanya antara lain untuk mendeteksi drone Ukraina.

Seperti dikutip dari Associated Press, Rabu (23/3/2022) Wakil Perdana Menteri Ukraina, Mykhailo Fedorov pun merasa kesal. Ia meminta DJI memblokir teknologi maupun produk drone DJI agar tidak bisa digunakan oleh Rusia. Fedorov mengklaim, pihak Rusia dengan bantuan navgigasi dari produk DJI, telah menembakkan rudal yang membunuh ratusan warga sipil Ukraia, termasuk anak-anak. “Tentara Rusia telah memakai produk DJI untuk menavigasi rudal mereka. Blokir produk Anda yang telah membantu RUsia membunuh para warga Ukraina,” tulisnya di Twitter.

DJI dalam balasannya menyebut bahwa mereka tidak bisa menonaktifkan drone yang dipakai oleh para individu, namun dapat melakukan pembatasan software sehingga drone tidak bisa mendekati bandara atau area sensitif lainnya.

Namun hal itu tidak hanya akan menimpa drone milik Rusia, melainkan seluruh drone yang dioperasikan di Ukraina. Mengenai teknologi AeroSpace, pihak DJI menyebut tidak bisa menonaktifkannya. “Dear Wakil PM Fedorov, seluruh produk DJI didesain untuk dipakai warga sipil dan tidak memenuhi spesifikasi militer. Ssstem DJI AeroSpace diberikan pada seluruh drone baru. Fungsionalitas ini tidak bisa dimatikan,” sebut DJI.

Biasanya, para enthusiast drone di Ukraina akan menerbangkan perangkatnya untuk fotografi atau kegiatan lain seperti balapan. Namun sekarang, mereka bertaruh nyawa sebagai relawan yang memakai drone untuk mengintai tentara Rusia. “Kyiv membutuhkan kalian dan drone kalian di momen ini,” tulis sebuah postingan di Facebook baru-baru ini dari militer Ukraina kepada para warga Ukraina yang gemar main drone dan berpengalaman dalam mengoperasikannya.

Seperti di banyak negara, drone yang digemari di sana misalnya adalah DJI buatan perusahaan asal China. Seorang pebisnis di Kyiv bahkan membagikan 300 drone buatan DJI untuk mengintai Rusia. Yang lainnya berusaha mencari tambahan drone dengan meminta bantuan dari Polandia dan negara Eropa lainnya. “Mengapa kami melakukan hal ini? Tidak ada pilihan lain. Ini adalah Tanah Air kami, rumah kamu,” kata Denys Sushko, bos perusahaan drone Ukraina, DroneUA.

“Kami benar-benar menggunakan semua hal yang bisa membantu untuk melindungi negara kami dan drone adalah perangkat yang bagus untuk mendapat data real time. Setiap orang mengupayakan apa yang mereka bisa,” kata dia seperti dikutip dari Associated Press. Tentu drone komersial seperti DJI bukanlah drone untuk pertempuran seperti drone buatan Turki Bayraktar TB2 misalnya. Namun drone tersebut bisa menjadi perangkat mata-mata yang efektif, misalnya mengintai konvoi Rusia dan membagikannya ke tentara Ukraina. Sebagian drone dibekali pula dengan night vision dan sensor panas.

Namun memang ada beberapa kelemahannya. Misalnya drone DJI menyediakan tool yang bisa menentukan lokasi sebuah drone, khususnya jika yang mengoperasikannya kurang berpengalaman, dan tidak ada yang tahu apa yang dilakukan DJI dengan data itu. DJI tidak menjelaskan apakah drone mereka dapat dideteksi oleh pihak Rusia. Juru bicara DJI menyebut bahwa mereka tidak pernah mengira perangkatnya akan dimanfaatkan dalam situasi perang. “Risiko terhadap operator drone di Ukraina besar. Dengan menentukan lokasi operator bisa berujung pada tembakan rudal,” sebut pengamat keamanan drone dari Australia, Mike Monnik.

Ukraina kabarnya mendapat bantuan drone bunuh diri canggih dari Amerika Serikat untuk menghadapi Rusia, yaitu Switchblade. Namun rupanya, Rusia dilaporkan lebih dulu menyerang dengan drone sejenis.
Menteri Dalam Negeri Ukraina memajang drone KUB-BLA milik Rusia rusak di sebuah jalan. Tampaknya, drone itu berhasil ditembak jatuh oleh tentara Ukraina sebelum melancarkan aksinya. Seperti dikutip detikINET dari News.com.au, Selasa (22/3/2022) drone Rusia yang diperkenalkan pertama kali di tahun 2019 ini bentang sayapnya 1,2 meter dan diterbangkan dengan launcher portabel. Ia dapat terbang sampai 30 menit dengan top speed 130 km per jam.

Drone buatan perusahaan Rusia bernama ZALA Aero ini punya kecerdasan buatan untuk menentukan sasaran dan menghancurkannya. Ia akan menubrukkan diri ke target dan meledakkan bom seberat 3 kilogram. Perusahaan pembuatnya itu mengklaim drone ini punya sistem deteksi pintar dan dapat mengenali obyek secara real time. Pengoperasian drone semacam ini menimbulkan kekhawatiran akan makin bangkitnya senjata berbasis kecerdasan buatan yang bisa sangat berbahaya di masa mendatang.

“Kita akan melihat lebih banyak lagi senjata mematikan otonom semacam drone itu kecuali lebih banyak negara barat mulai melarangnya,” kata profesor Max Tegmark dari MIT. Dia sudah lama menentang dikembangkannya senjata otonom semacam itu. Namun demikian, menurut pakar teknologi militer Michael Horowitz, sebenarnya drone semacam itu belum sepenuhnya otonom dan masih memerlukan campur tangan manusia

“Perusahaan yang memproduksi drone itu membicarakan fitur otonomnya, namun seringkali masih melibatkan operator manusia untuk manuvernya dan memperbaiki jalurnya, bukan seperti yang dibayangkan oleh komunitas internasional,” kata dia.

Tinggalkan komentar