Monthly Archives: Agustus 2008

Tabarakan Antar Galaksi Memberikan Penjelasan Mengenai Dark Matter Atau Materi Gelap


Teleskop antariksa telah menangkap citra tabrakan dahsyat antara dua rumpun galaksi yang menjelaskan material gelap misterius di alam semesta, NASA menyatakan.

Citra yang diambil Teleskop Antariksa Hubble dan Observatorium Sinar-X Chandra memperlihatkan pemisahan yang jelas antara materi gelap dan materi biasa dalam tabrakan yang jauhnya 5,7 miliar tahun cahaya dari Bumi itu, kata badan antariksa AS tersebut, Rabu.

Para astronom mampu membedakan antara kedua zat dengan teknik yang dikenal sebagai gravitational lensing, di mana materi gelap tampak berwarna biru, sedangkan materi biasa, yang sebagian besar dalam bentuk gas panas, tampak berwarna pink.

Saat kedua rumpun bergabung dengan kecepatan jutaan mil per jam, gas panas dalam setiap rumpun bertabrakan dan mengurangi kecepatannya, tutur mereka, seperti dilaporkan AFP.

Namun, tidak demikian halnya dengan materi gelap.

Separasi antara materi biru dan pink memberikan bukti langsung atas eksistensi materi gelap dan saling mendukung partikelnya saling berinteraksi secara lemah sekali atau tidak sama sekali, selain dari tarikan gravitasi, ujar para astronom.

“Itulah langkah penting menurut hemat kami menuju pemahaman atas karakteristik materi gelap misterius itu,” kata Marusa Bradac, peneliti dari Universitas California di Santa Barbara, yang mempimpin tim yang menangkap tabrakan itu.

“Materi gelap lima kali lebih banyak di alam semesta ketimbang materi biasa. Pengkajian ini memberikan konfirmasi bahwa kita menghadapi sejenis materi yang berbeda sama sekali, tak seperti yang kita bayangkan,” katanya.

“Dan kita bisa mengkajinya dalam tabrakan sangat kuat dari dua rumpun galaksi.”

Penemuan tersebut mengukuhkan secara independen berbagai penemuan pada 2006 atas tabrakan lainnya yang dikenal sebagai Bullet Cluster, yang juga memperlihatkan pemisahan jelas antara materi gelap dan materi biasa.

Namun demikian, dengan teknologi saat ini, separasi tak dapat dilihat secara langsung. Keberadaannya dirasakan secara tak langsung, melalui tarikan gravitasi yang digunakannya pada cahaya

Depkominfo Gulirkan Tiga Kebijakan Penyiaran


Direktur Hubungan Antar Daerah pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), Bambang Kusbiantoro menyatakan, pihaknya kini tengah gencar menggulirkan tiga kebijakan penyiaran.

Ketiga kebijakan tersebut, yakni perijinan, pengembangan teknologi penyiaran dan standarisasi, katanya ketika dihubungi ANTARA News dari Garut, Jabar, Jumat.

Ia menjelaskan kini telah tuntas diproses 2.200 perijinan dari 3.000 lebih pemohon.

Selain itu akan terus dilakukan selektivitas bagi daerah yang hanya memiliki satu kanal, namun pemohonnya mencapai puluhan, dengan mengacu kepada undang-undang penyiaran sambil menunggu peraturan menteri, katanya.

Seusai menggelar diskusi publik tentang regulasi penyiaran bersama Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, ia menyebutkan pengembangan teknologi penyiaran berupa penerapan digitalisasi.

Dengan penerapan teknologi tersebut, bisa meningkatkan kualitas gambar dengan sarana yang bagus, bahkan terdapat kelipatan frekuensi yang bisa membangun dua usaha terdiri infrastrukturnya serta program-nya.

Sedangkan standarisasi mengacu pada norma standard an prosedur kriteria (NSPK), sehingga berbagai upaya penertiban akan segera dilakukan menyusul sangat banyaknya radio penyiaran yang tidak memiliki izin operasional, katanya.

Dengan demikian pemerintah daerah dari berbagai tingkatan tidak diperbolehkan lagi mengeluarkan perijinan termasuk melakukan perpanjangan izin, karena selama ini perijinan siaran ada yang bersumber dari Deppen/Dirjen Postel, Pemda serta KPI/KPID.

Menyinggung tentang periklanan, ia amengatakan, selama setahun omsetnya mencapai Rp40 triliun, namun 86 persen diantaranya terserap televisi, siasanya hanya 14 persen terserap radio penyiaran dan surat kabar

Facebook Membajak Hak Cipta Orang Lain Akhirnya Terpaksa Menghapus Scrabulous di Seluruh Dunia


Facebook, situs sosial yang sedang naik daun, akhirnya menghapus aplikasi game sangat populer, Scrabulous, di seluruh dunia pada Selasa (26/8). Semula game ini masih bisa diakses di wilayah seperti Indonesia meski di sejumlah negara seperti Amerika Serikat sudah dihapus oleh Facebook.

Scrabulous adalah jiplakan permainan bahasa Scrabble. Dalam permainan ini, para pengunduh aplikasi Scrabulous akan bertanding dengan para penggemar dari seluruh dunia.

Facebook mulai menghapus permainan ini di wilayah Amerika Serikat dan Kanada setelah pemegang hak cipta Scrabble di wilayah itu, Mattel, melakukan tuntutan.

Di wilayah luar Amerika utara itu, hak cipta Scrabble dipegang Hasbro. Hasbro tidak seagresif Mattel yang menyerang Scrabulous sehingga di wilayah lain, termasuk Indonesia, permainan ini tetap bisa dijalankan.

Tapi kemarin Scrabulous sudah tidak lagi bisa diakses di seluruh dunia—kecuali India—karena Mattel melakukan somasi terhadap Facebook dan pengelola situs sosial ini terpaksa mematuhi.

Tautan aplikasi yang biasanya ada Scrabulous—bagi para penggunanya—hari ini sudah lenyap. Jika pun bisa masuk halaman aplikasi Scrabulous, yang biasanya bisa diunduh, kali ini hanya muncul nama dan alamat situs resmi permainan ini.

Di India sendiri, negeri asal pembuat Scrabulous, permainan ini masih dijalankan karena Mattel melakukan penuntutan hukum lewat pengadilan negeri itu. Sampai saat ini belum ada keputusan di India sehingga Facebook tidak memiliki alasan menutupnya.

Sapi Memiliki Kompas Di Otaknya Untuk Menentukan Arah


Manusia sering tersesat karena tak bisa membedakan arah mata angin. Itu karena otak manusia tak memiliki alat penunjuk arah, berbeda dengan sapi yang tampaknya memiliki kompas “built in” dalam tubuhnya. Penelitian dengan menggunakan foto satelit Google Earth membuktikan bahwa binatang itu cenderung menghadap ke Kutub Utara atau Kutub Selatan.

Pemantauan terhadap 308 kawanan ternak itu menunjukkan bahwa umumnya sapi merumput atau beristirahat dengan posisi badan menghadap arah utara-selatan. Penelitian tim ilmuwan Jerman dan Cek itu dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, kemarin.

“Orientasi tersebut memperkuat dugaan bahwa sapi memiliki respons terhadap medan magnetik bumi, sama seperti burung migran, penyu laut, dan kupu-kupu Monarch,” kata Hynek Burda, ahli biologi dari University of Duisburg-Essen, Jerman. Tapi, selama 10.000 tahun manusia mendomestikasi sapi, orientasi geomagnetik itu tak pernah disadari.

Para penggembala sebenarnya juga tahu bahwa ternak dalam sebuah kawanan cenderung berbaris dengan arah yang sama. Sebelumnya, para ilmuwan menduga perilaku itu terjadi karena binatang tersebut tengah berjemur mencari kehangatan sinar matahari atau sengaja bergerombol agar tetap hangat.

Untuk memastikannya, Burda dan timnya menggunakan satelit untuk mengambil gambar kawanan ternak di enam benua, mengidentifikasi 8.510 sapi pedaging dan sapi perah. Ketika dicocokkan dengan kompas, orientasi binatang itu bisa dibilang seragam, menghadap ke kutub utara atau selatan geografis dengan variasi plus minus lima derajat. Lima observasi terhadap ratusan kawasan rusa dan jejaknya di salju juga memperlihatkan kecenderungan yang serupa.

Analisis lebih lanjut terhadap kawanan sapi itu menunjukkan bahwa pada lokasi dengan sudut antara kutub magnetik dan geografis paling berbeda, yaitu pada garis lintang ekstrem dan di daerah dengan kondisi geologis tertentu, sapi berbaris mengikuti kutub magnetik dan menjauh dari kutub geografis.

“Ini fenomena yang membangkitkan rasa penasaran,” kata Wolfgang Wiltschko, peneliti dari Johann Wolfgang Goethe University di Frankfurt. “Tidak jelas apakah hal ini berkaitan dengan orientasi dan navigasi.”

Penemuan ini jelas memerlukan penelitian lebih lanjut karena Burda sama sekali tak tahu mengapa sapi memerlukan kompas internal. “Mereka binatang yang aslinya hidup dalam hutan lebat atau padang rumput tanpa petunjuk arah,” tutur Burda.

Dr Suprapto Ma`at Penemu Imunostimulator Yang Berbakat Sampai Mendapat Habibie Award


Dr Suprapto Ma`at Apt MS merasa bahagia hasil risetnya tentang imunostimulator dari tanaman lokal sangat diminati para produsen farmasi.

Produsen farmasi mengemas temuan Suprapto itu menjadi sirup dan kapsul.

Kebahagiaan pria kelahiran Banyuwangi 18 Desember 1948 itu bertambah karena penemuannya itu mendapatkan penghargaan BJ Habibie Technology Award 2008.

Habibie Center memberikan penghargaan itu terutama atas jerih-payahnya dan prestasinya dalam meneliti dan menemukan berbagai khasiat tanaman obat herbal.

Ayah empat putra itu menceritakan, khasiat ekstrak meniran (phyllanthus niruri) ketika diuji pra-klinis pada mencit (tikus putih) telah terbukti dapat meningkatkan kekebalan.

Bahkan ketika dilakukan uji klinis di berbagai rumah sakit juga terbukti bahwa khasiat ekstrak meniran berkhasiat dalam membantu penyembuhan penyakit tuberkulosis, hepatitis dan vulvovaginitis sehingga industri obat seperti PT Dexa Medika dan PT Ferron Par Pharmaceuticals sangat tertarik.

Sebelumnya, ia juga telah memproduksi vaksin septicaemia epizootica, vaksin anthrax dan vaksin Brucella, serta meneliti berbagai tanaman seperti Waluh Jipang (sechium edule) yang berkhasiat menurunkan hipertrigliseridemia, daun jambu biji (psidium guajava) yang berkhasiat memperbaiki permeabilitas pembuluh darah dan mengatasi DBD.

Penanggung jawab apotik Petrokimia Gresik sejak 1982 itu selain berpengalaman bekerja di luar negeri, pada akhirnya lebih mendedikasikan pengetahuannya sebagai dosen penyakit infeksi di Fakultas Kedokteran Unair dan sekaligus sebagai peneliti obat herbal.

Sejak 1996, alumnus Unair itu aktif di beberapa institusi seperti Yayasan Kanker Wisnuwardhana Surabaya untuk mengembangkan obat kanker dan memasyarakatkannya melalui program Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna

Indonesia Memiliki Posisi Strategis Dalam Dunia Astronomi Karena Belum Banyak Frekuensi Radio Yang Menganggu


Wilayah Indonesia yang berada di belahan bumi selatan dengan transmisi frekuensi radio yang masih rendah dinilai strategis dalam pengembangan astronomi dunia.

“Posisi Indonesia sangat bagus karena dilingkari oleh negara-negara yang memiliki pengamatan luar angkasa yang bagus seperti Australia, Jepang dan Selandia Baru,” kata mantan Presiden Perhimpunan Astronomi Internasional (IAU), Prof Dr Ronald D. Ekers, dalam kuliah umum pada Olimpiade Astronomi dan Astrofisika (IOAA) II di Bandung, Senin.

Olimpiade berlangsung 19-28 Agustus 2008 diikuti oleh 95 orang peserta dari 25 negara.

Olimpiade yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Agustus itu melombakan observasi, analisis data, dan teori astronomi.

Doktor astronomi lulusan Universitas Nasional Australia (ANU) tahun 1967 itu menyatakan bahwa Indonesia bisa menjadi bagian penting dalam kerja sama untuk mengembangkan astronomi dunia.

Dalam orasi ilmiah berjudul “The Big Bang, Black Holes, Pulsars, and Extraterrestrial Life”, Ekers yang bekerja di “The Australia Telescope National Facility” (ATNF) menekankan bahwa penelitian astronomi akan berkembang bila banyak informasi untuk dianalisis.

“Penelitian astronomi dari infomasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis bukan sebuah hasil eksperimen,” katanya.

Salah satu upaya untuk mengungkap misteri angkasa luar dilakukan berbagai cara, salah satunya dengan mengembangkan teleskop dengan berbagi media mulai dari gelombang radio, infra merah, kosmik dan sinar-X.

Ilmuwan Ekers mengatakan pembangunan teleskop radio tercanggih dengan kemampuan penginderaan tinggi SKA (Square Kilometre Array) yang mendeteksi berbagai gelombang memerlukan kerja sama yang melibatkan negara-negara di seluruh belahan bumi.

Dengan penempatan teleskop berdaya tangkap tinggi di berbagai negara di belahan bumi maka kerja perangkat penginderaan itu akan bekerja lebih maksimal dalam melihat berbagai obyek yang belum teridentifikasi di alam semesta.

Sementara itu Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyatakan, Indonesia perlu memaksimalkan dan memanfaatkan berbagai kelebihannya terutama dalam posisi geografi di langit selatan.

“Sumber daya kita perlu didorong, sehingga di astronomi bisa berkembang dan makin baik,” katanya.

Menristek menegaskan, peluang Indonesia untuk membangun dan memiliki teleskop baru cukup terbuka meski tidak mudah untuk merealisasikannya.

Pada kesempatan itu Menristek minta agar keberadaan Observatorium Boscha di Lembang tetap terjaga.

Menurut Kusmayanto, idealnya dalam radius lima kilometer dari Boscha terbebas dari pembangunan berbagai sarana fisik.

“Boscha harus dijaga, jangan ada pembangunan di sana karena menimbulkan polusi cahaya yang dapat mengganggu proses pengamatan. Perlu dukungan semua fihak agar fasilitas itu tetap bisa berfungsi optimal,” katanya menambahkan.

Canopus BioPharma dan Seorang Pakar Dari China Telah Menemukan Vaksin Flu Burung Yang Sangat Mematikan


Seorang pakar flu unggas/burung ternama manca negara hari ini memuji hasil-hasil yang “mendorong dan menggembirakan” dari percobaan oleh tim penelitinya. Kajian ini memperlihatkan kemanjuran mengesankan dari kombinasi statin/kafein baru, StatC(TM) dalam pengobatan dan pencegahan H5N1, H1N1 dan H3N2 pada tikus.

Dr. Jiahai Lu, dari Sekolah Tinggi Kesehatan Masyarakat, Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, China, telah banyak menulis di bidang flu unggas, dan telah meneliti senyawa terobosan StatC(TM) selama dua tahun terakhir atas nama Canopus BioPharma (OTCPK:CBIA), perusahaan AS yang menemukan dan mempatenkan calon obat anti virus ini.

“Penularan secara global wabah flu unggas H5N1 ini menyebabkan Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan keprihatinan mendalamnya menyangkut kemungkinan penyebaran virus tersebut dari manusia ke manusia di masa depan,” tegas Dr. Lu. “Lagi pula, perkembangan kekebalan terhadap dua obat anti influenza yang disetujui, oseltamivir (Tamiflu(R)) dan zanamivir (Relenza(R)), dan juga kurangnya vaksin yang memadai telah meningkatkan perlunya mengembangkan obat-obat anti virus baru.”

“Karenanya, saya ingin dilibatkan dalam tahap penelitian praklinis calon obat anti virus inovatif ini, dan berharap melanjutkan kerjasama sukses kami dengan Canopus BioPharma di bidang ini.”

Dr. Lu dan koleganya melakukan kajian menyeluruh pada hewan dengan StatC(TM) untuk mengobati tiga jenis influenza, H5N1 (flu unggas/burung), H1N1 (flu Spanyol) dan H3N2 (flu Hong Kong). StatC(TM) adalah kombinasi dua senyawa yang telah disetujui FDA yang telah diformulasikan ulang oleh Canopus BioPharma untuk pencegahan dan pengobatan Influenza. Oseltamivir dan ribavirin digunakan sebagai pengendalian positif dalam kajian ini. Pada model H5N1, StatC(TM) mencegah dan meredakan gejala infeksi H5N1, menghambat kerusakan paru-paru dan peniruan virus H5N1 di paru-paru tikus, serta seefektif oseltamivir baik dalam pencegahan maupun model terapi. Tidak ada hewan yang diketahui positif mengidap virus dalam kelompok ini yang diberikan StatC(TM) lewat hidung. StatC(TM) juga memperlihatkan hasil yang serupa terhadap virus H3N2 dan H1N1.

“Kami terdorong oleh temuan ini,” kata Dr. Lu. “Dosis statin yang lebih tinggi dari dosis yang digunakan dalam kajian ini kemungkinan dapat menghasilkan kemanjuran yang jauh lebih besar. StatC(TM) tampaknya juga lebih efektif apabila diberikan dalam upaya pencegahan.” Dengan hasil-hasil saat ini yang positif, Canopus BioPharma ingin mengadakan perjanjian pengembangan bersama atau pengaturan lisensi dengan perusahaan obat dan otoritas kesehatan Pemerintah yang berminat menyediakan pengobatan yang lebih ekonomis dan menyeluruh bagi rakyatnya pada saat terjadi wabah.

Dr. Lu, yang memimpin penelitian influenza di Guangzhou, China, pas benar untuk menyelidiki lebih lanjut sifat-sifat sinergistik kombinasi statin/kafein. “Kami juga termotivasi dalam membandingkan potensi senyawa ini dengan obat-obat anti-influenza lain yang tersedia saat ini. Jelas terdapat kebutuhan signifikan di seluruh dunia akan alternatif yang unggul, murah dan melimpah dalam upaya memerangi influenza,” tambah Dr. Lu. Sementara StatC(TM) terbukti sangat ampuh terhadap jenis influenza yang paling mematikan, harus diperhatikan bahwa StatC(TM) juga sangat efektif terhadap bentuk virus pada manusia yang tak mematikan dan terjadi setiap tahun.

Oseltamivir (Tamiflu(R)), yang disetujui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, adalah obat resep terkemuka untuk pencegahan dan pengobatan influenza pada orang dewasa dan anak-anak. Datamonitor, penyedia terkemuka dunia platform data, analitika dan prakiraan online untuk sektor vertikal penting, memperkirakan bahwa permintaan pasar seluruh dunia akan obat influenza akan bertambah menjadi 370 juta dosis dan nilai di pasar kira-kira $3,7 miliar pada 2010.

Strategi Canopus BioPharma untuk mengembangkan StatC(TM) mencakup pengujian terus-menerus pada hewan bekerjasama dengan jaringan menyeluruh laboratorium penelitian di Amerika dan China. Langkah selanjutnya melibatkan model hewan sejenis musang dengan menggunakan jenis mematikan influenza untuk mempelajari keampuhan StatC(TM). Begitu selesai, hasil-hasil praklinis Canopus BioPharma kemudian akan memenuhi Peraturan Kemanjuran pada Hewan FDA dan akan menyediakan StatC(TM) untuk ditimbun oleh Pemerintah jika terjadi wabah.

Tentang Canopus BioPharma, Inc.:

Canopus BioPharma, Inc. (OTCPK:CBIA) menyediakan produk obat dan metode pengujian teraman, termurah dan termanjur di bidang penyakit menular, perlindungan terhadap radiasi, kanker, dan ketergantungan. Dengan ilmu pengetahuan inovatif, kepemimpinan yang terbukti dalam penelitian dan pengembangan, serta produk dan senyawa unggul, Canopus BioPharma, sejak 2001, telah bertekad menjadi penentu tren pasar dalam era baru perawatan kesehatan. Di samping itu, Perusahaan ini adalah pemimpin dunia dalam pengembangan produk antibodi camelid baru yang memberi kemungkinan unik kemajuan dan perbaikan dalam metode pengujian dan kemampuan pemantauan bagi para dokter, pasien dan peneliti, terutama bagi aplikasi perlindungan rantai pangan. Canopus punya staf di Australia, Afrika Selatan, Irlandia dan AS

Gurun Sahara Dahulu Berupa Danau Karena Ditemukan Banyak Fosil Hewan Air dan Peradaban Manusia Pinggir Danau


Seorang perempuan bertubuh kecil dan dua anak dibaringkan di hamparan bunga saat meninggal 5.000 tahun lalu di lokasi yang saat ini menjadi Gurun Sahara nan tandus. Lengan kecil anak-anak itu masih menggandeng sang perempuan dalam pelukan abadi saat para peneliti menemukan tulang-belulang mereka di makam yang menjadi bukti adanya dua peradaban yang pernah ada di sana saat wilayah tersebut masih hijau.

Paul Sereno dari Universitas Chicago dan rekan-rekannya sedang mencari fosil dinosaurus di Niger, Afrika, saat mereka menemukan makam itu. “Bagian dari penemuan adalah mendapatkan hal-hal yang tidak pernah Anda duga,” katanya.

Sekitar 200 makam manusia ditemukan selama penggalian di lokasi tersebut, pada 2005 hingga 2006. Didapatkan juga tulang-belulang hewan, ikan besar, dan buaya. “Ke manapun Anda menengok, Anda akan mendapatkan tulang-tulang hewan yang tidak hidup di gurun,” ujar Sereno. “Kita sedang berada di tempat yang dahulu hijau.”

Kuburan itu tersibak oleh angin gurun yang panas. Lokasinya diduga merupakan bekas danau yang dahulu dihuni orang. Ia berada di wilayah yang disebut Gobero, tersembunyi di Gurun Tenere yang ganas, yang oleh bangsa pengembara Tuareg disebut sebagai “gurun di dalam gurun”.

Sisa-sisa manusia itu berasal dari dua populasi berbeda yang hidup di sana saat musim basah. Para peneliti menggunakan penanggalan radio karbon untuk menentukan kapan orang-orang itu hidup di sana. Mereka mendapati, tulang termuda usianya sekitar 1.000 tahun sebelum pembangunan piramid di Mesir.

Adapun kelompok pertama yang tinggal di sana disebut bangsa Kiffian. Mereka berburu hewan dan ikan menggunakan tombak. Mereka hidup saat Sahara berada dalam kondisi paling basah, antara 10.000 dan 8.000 tahun lalu. Dikatakan para peneliti, warga Kiffian berpostur tinggi, kadang lebih dari 1,8 meter.

Kelompok kedua adalah orang Tenerian yang hidup di wilayah itu antara 7.000 dan 4.500 tahun lalu. Mereka lebih kecil dan hidup dengan berburu, mencari ikan, dan memelihara ternak.

Makam-makam mereka sering kali berisi perhiasan atau benda-benda ritual. Jenazah seorang gadis misalnya, berhias gelang yang diukir dari gigi kuda nil. Sementara seorang pria Tenerian dewasa dimakamkan dengan kepala di atas bejana tanah lempung, dan pria lain menggunakan tempurung kura-kura sebagai bantal.

Sisa-sisa serbuk sari menunjukkan, perempuan dan dua anak itu dimakamkan di atas hamparan bunga. “Pada awalnya sulit membayangkan dua kelompok yang berbeda memakamkan warganya di tempat yang sama,” ujar anggota tim Chris Stojanowski, seorang bioarkeolog dari Universitas Negeri Arizona.

Stojanowski mengatakan, tulang paha orang-orang Kiffian menunjukkan mereka memiliki otot kaki yang kuat, yang memunculkan dugaan mereka makan banyak protein dan memiliki gaya hidup aktif. “Mereka sepertinya sangat sehat. Sangat sulit tumbuh sebesar itu dengan otot kuat tanpa nutrisi yang baik,” paparnya.

Di lain pihak, tulang pria Tenerian menunjukkan mereka kurang tegap dan mungkin hanya memburu ikan dan hewan yang lebih kecil dengan peralatan berburu yang lebih maju, ungkap Stojanowski.

Helene Jousse, seorang arkeolog dari Museum Sejarah Alam di Wina, Austria, melaporkan bahwa tulang hewan yang dijumpai di sana sejenis dengan tulang hewan-hewan yang saat ini hidup di Serengeti, Kenya, seperti gajah, jerapah, dan babi liar.

Plastik Ramah Lingkungan Dari Limbah Minyak Kelapa Sawit Ditemukan Oleh Peneliti Universitas Sumatera Utara


Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah lingkungan berbahan hasil samping minyak sawit mentah. Plastik yang selama ini beredar masih memakai senyawa yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia. Hasil samping sawit terbukti aman.

”Hasil samping berupa gliserol digunakan sebagai pelunak plastik. Bahannya banyak terdapat di sekitar kita. Pemanfaatan hasil samping minyak sawit ini sekaligus bisa meningkatkan nilai jualnya,” kata Basuki Wirjosentono di Kampus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Medan, Jumat (22/8).

Gliserol menjadi bahan pengganti dioktil ptalat atau dalam istilah kimia dikenal dengan DOP. Selama ini DOP bereaksi cepat dan murah harganya. Sayangnya, zat kimia ini bersifat racun yang menyebabkan kanker. Adapun gliserol lebih aman bagi kesehatan dan tidak mengandung racun.

Dalam penelitiannya, Basuki mengubah gliserol menjadi poligliserol agar zat ini menjadi lebih kental. Selanjutnya, dia mengubahnya lagi menjadi poligliserol asetat agar senyawa ini bisa bercampur baik dengan plastik. Dia melakukan penelitian ini dari lima tahun lalu.

Untuk saat ini hasil penelitiannya belum dimanfaatkan secara komersial. Di sejumlah forum internasional, Basuki sudah mengenalkannya. Produksi alat pelunak plastik ini masih dalam skala laboratorium dalam jumlah liter.

Di kesempatan yang sama, Basuki prihatin dengan banyaknya kandungan zat kimia berbahaya yang terdapat dalam plastik pembungkus makanan. Salah satunya pada plastik kemasan untuk air mineral. Selama ini masyarakat tidak banyak tahu bahwa kemasan plastik di air mineral terkandung lebih dari lima senyawa kimia.

Senyawa itu, apabila salah perlakuan, bisa membahayakan kesehatan masyarakat sebagai pemicu kanker. Dia telah menguji sejumlah merek minuman mineral dalam kemasan (tanpa bersedia menyebut merek—Red) belakangan ini. Pengujian dia lakukan dengan memanaskan air kemasan dalam plastik itu pada suhu 100 derajat Celsius.

”Hasilnya, air rebusan terbukti mengandung fenol 200 ppm (bagian per sejuta). Padahal, Departemen Kesehatan hanya mengizinkan kandungan fenol 2 ppm saja,” katanya. Fenol merupakan zat kimia yang bersifat racun dan memicu terjadinya kanker pada manusia. Lantaran itu, perlu adanya perlakuan yang benar dengan tidak meletakkannya pada suhu tinggi. Kenyataannya, masyarakat masih memakai plastik untuk mengisi air panas atau meletakkan air mineral dalam kemasan pada suhu tinggi.

Peneliti Universitas Negeri Medan (Unimed), Eddiyanto, mengatakan, salah satu cara untuk menghindari dampak zat itu adalah dengan reaksi kimia. Fenol, katanya, bisa diikat dengan zat lain sehingga tidak bisa menyebar ke air dalam kemasan. Namun, ini kembali pada niat baik produsen air kemasan sehingga konsumen aman mengonsumsinya. Pemanfaatan zat yang ramah lingkungan untuk plastik masih sedikit karena pertimbangan ekonomi.

Fosil Serangga Berumur 50 Juta Tahun Dilelang Di eBay Seharga 20 Poundsterling Secara Tidak Sengaja


Seorang ilmuwan yang membeli secuplik fosil serangga dalam resin yang membatu (amber) tak pernah menyangka bahwa hewan tersebut spesies baru. Apalagi, ia hanya membelinya seharga 20 Poundsterling atau sekitar Rp320.000.

Dr Richard Harrington, wakil presiden Masyarakat Entomologi Kerajaan Inggris membeli fosil tersebut dari seseorang di Lithuania. Melihat keunikannya, ia kemudian mengirimkannya kepada koleganya, Profesor Ole heie, pakar fosil serangga di Denmark untuk dipelajari.

Setelah diidentifikasi, baru diketahui bahwa serangga tersebut merupakan spesies baru meskipun telah punah saat ini. Serangga tersebut kemudian diberi nama ilmiah Mindarus harringtoni.

“Ia menemukan bahwa serangga tersebut belum pernah dideskripsikan sebelumnya,” ujar Dr. Harrington. Serangga tersebut memiliki panjang tubuh antara 3-4 cm dan diperkirakan telah teperangkap dalam amber selama 40-50 juta tahun lalu.

Selama hidupnya serangga tersebut memangsa tumbuh-tumbuhan jenis Pinites succinifer. Tumbuhan tersebut juga sudah punah saat ini.